Negara-negara Ini Sudah Menerapkan Daur Ulang Dalam Kurikulum

Permasalahan sampah memang cukup serius menjadi konsentrasi seluruh negara di dunia. Salah satu cara terbaiknya adalah memasukkannya di kurikulum pendidikan seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa negara di belahan dunia.

Source Image: pinterest @webstauran

Seperti, Amerika Serikat di mana salah satu negara bagiannya mencoba mencoba menanamkan sejak dini tentang daur ulang sampah plastik dan edukasi mengenai efek terbesarnya bila tidak dicarikan solusi.

Oleh karena itu, salah satu perusahaan nirlaba tertua di sana mempunyai inisiatif memberikan mata pelajaran kepada dua kabupaten. Bahkan, saat prosesi makan siang mereka juga sudah menggunakan bahan yang bisa didaur ulang.

Harapannya, dua kabupaten tersebut akan menularkan kebaikannya ke kawasan lainnya. Menariknya, pendidikan mengenai lingkungan tersebut menjadi yang paling dikenal dan terus dipertahankan sampai saat ini,

Negara kedua yang sudah menerapkan kurikulum daur ulang sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah adalah Taiwan. Menariknya lagi, tenaga pendidik tersebut sudah memberikannya sejak tahun 1980.

Harapan terbesar dari pemerintah Taiwan adalah negaranya bisa bebas dari sampah plastik, atau minimal jumlah limbahnya berkurang pesat. Untuk kapasitas waktunya tidak tanggung-tanggung, hampir 4 jam setiap harinya. Pada tahun 2001 melalui Undang-Undang, pembelajaran tersebut berkembang ke kantor dan staff pemerintah.

Apakah hanya negara Itu saja yang sudah menerapkannya? Bukan, masih ada beberapa lagi. Berikut berbagai negara yang sudah menerapkan kurikulum mengenai daur ulang

Malaysia dan Australia

Negara selanjutnya adalah Malaysia yang sudah mampu mendirikan Smart Ranger. Dimana dalam programnya ini mereka melibatkan langsung semua siswa dan dibantu oleh tenaga yang peduli akan pengelolaan sumber daya alam.

Mereka melakukan edukasi dan pengetahuan tentang daur ulang. Kemudian, memberikan konsep bagaimana caranya mereka bisa menghasilkan uang dari bisnis daur ulang ini. Harapan pemerintah Malaysia adalah Generasi Muda bisa paham dan mengerti.

Mengapa mereka harus peduli terhadap lingkungan. Menariknya lagi dalam program tersebut mereka akan mendapatkan imbalan berupa uang untuk setiap daur ulang. Selanjutnya, ada Australia yang beberapa kawasannya sudah mulai menerapkan tentang kurikulum daur ulang.

Pertama ada di Parramatta, di mana mereka mencoba mendirikan kursus pendidikan mengenai pengelolaan sampah yang baik. Dengan begini, siswa bisa terjun langsung dan memahami dengan baik mengapa mereka harus menjaga lingkungan dan menghindari penggunaan sampah plastik.

Wilayah selanjutnya adalah Australia Barat dimana, hampir seluruh sekolahnya memiliki akses untuk membuka program yang sudah dibentuk yaitu Waste Wise School. Program ini fokus untuk pencegahan sekaligus daur ulang penggunaan sampah.

Bahkan, mereka juga akan menawarkan secara langsung bagaimana pengolahan limbah di sekolah.Dengan begini semua siswa akan paham bahwa, kantong plastik sangat berbahaya.

Beberapa Negara di Benua Afrika

Sebagai negara yang mungkin, kurang diperhitungkan ada hal yang menarik dari Benua Afrika. Dimana, ada dua yang sudah menggunakan kurikulum khusus untuk daur ulang. Pertama adalah Hout Bay Afrika Selatan.

Ada sebuah komunitas yang mendukung penuh program tentang sekolah berkelanjutan. Jadi, edukasi yang diberikan diberikan secara langsung. Contohnya saat para siswa sedang belajar membuat pupuk.

Semua bahannya berasal dari plastik, mereka praktik langsung dengan para ahli di sebuah kebun yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian, bersama menerapkan skema daur ulang.

Negara Terakhir yang menerapkan kurikulum mengenai daur ulang adalah Ghana. Mereka bergabung dengan kemitraan aksi plastik global. Menariknya lagi negeri ini merupakan yang pertama di Afrika.

Dalam menjalankannya mereka selalu berkampanye mengenai bahayanya sampah plastik ke seluruh sekolah. Harapannya, pada tahun 2022 bisa menjangkau hampir 81 ribu siswa sekolah yang akan mengajarkan pada temannya untuk melakukan daur ulang dan berkata tidak pada sampah plastik. Cukup menarik bukan, lalu Indonesia kapan?