Alasan Mengapa Masyarakat Sulit Putus Hubungan Dengan Plastik

Ada sebuah pertanyaan yang sebenarnya diberikan untuk seluruh penduduk di dunia. Bukan hanya, pejabat negara, pengusaha, atau rumah tangga saja. Semua kalangan termasuk para pelajar dan pekerja.

“Apakah Bisa Hidup Tanpa Menggunakan Plastik?”

Sepertinya, pertanyaan tersebut mudah untuk dijawab. Hanya saja melakukannya sangat sulit. Sebenarnya, semua orang sudah mengerti dan memahami dampak pencemaran lingkungan tersebut salah satunya adalah penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Hanya saja, saat dihadapkan pada sebuah pilihan untuk meninggalkannya. Terlalu sulit, sampai tidak mampu. Bahkan, sudah dikenakan biaya Rp200 saja, masih menggunakannya sebagai tempat untuk menaruh berbagai barang belanjaan.

Source Image: pexels @cottonbro

Mungkin, Virus Pandemi sudah mengubah kebiasaan orang dari yang offline menuju ke online. Diharapkan penggunaannya dapat berkurang karena, mereka sendiri tidak dapat pergi. Ternyata kenyataan itu salah, pengiriman online justru memakai plastik sebagai komponen utamanya. Sehingga, penggunaannya meningkat begitu tajam dan pencemaran sulit untuk dicegah.

Mengapa Sulitnya Mengurangi Konsumsi Sampah

Kesulitan ini didasarkan pada semua barang yang digunakan oleh masyarakat sebenarnya berbahan dari plastik. Coba saja Anda buka beberapa review handphone kelas menengah ke bawah. Hampir seluruhnya menggunakan plastik termasuk peralatan elektronik lainnya. Dari kenyataan ini saja, rasanya sulit mengeluarkan kebiasaan buruk tersebut. Memang, semua orang mengetahui dampak terburuknya.

Source Image: Unsplash @exportersindia

Sayangnya, mereka hanya tahu saja. Untuk peduli mewujudkannya sangat sulit. Hal ini terbentur dengan mudahnya mendapatkan suplai plastik. Bisa diambil sebuah contoh saat pemerintah mengurangi konsumsi pemakaian bahan bakar jenis Ron 88. Beberapa SPBU mulai mengurangi pasokannya, bahkan ada yang menghapus keberadaan jenis tersebut. Secara perlahan masyarakat mulai beralih ke Ron 90 sebagai salah satu alternatif yang diberikan.

Kenyataan lainnya adalah sulit untuk mengubah kebiasaan yang sudah terjadi sejak awal. Contohnya, dulu sebelum ada sedotan, setiap orang minum segelas es teh tidak perlu pakai sedotan. Tetapi setelah ditemukan dan ternyata mampu memudahkan dalam meminumnya, sulit untuk mengubah kebiasaan tersebut. 

Dari kenyataan ini perlahan masyarakat mulai merasakan manfaat dari peningkatan konsumsi bahan bakar tersebut. Hingga, akhirnya peminat Ron 90 semakin banyak walau sedikit terpaksa. Hal ini berbanding terbalik dengan penggunaan plastik. Sepertinya, penerapan aturan tersebut masih belum bermanfaat. Bahkan, masyarakat tampak tidak peduli, mereka sulit mengubah kebiasaan lama menuju baru.

Harga Plastik Terbarukan Begitu Mahal

Source Image: Unsplash@john_cameron

Alasan selanjutnya yang membuat masyarakat sulit untuk melepaskan kantong Plastik adalah harga kantong terbarukan sangat mahal. Coba sekarang dibandingkan, Kantong terbarukan harganya Rp2000 sampai Rp5000.

Tergantung dari jenis hingga kualitasnya. Lalu, saat Anda membeli kantong plastik biasa harganya hanya Rp100 saja. Ada yang kurang dari itu, dari rentang tersebut sudah jelas bukan berapa jauh selisih keduanya.

Bagi masyarakat ekonomi menengah sebenarnya, harga diatas sebenarnya tidak terlalu mahal. Karena, dari segi penggunaan bisa digunakan kembali sebagai kantong. Tetapi, rentang harga begitu jauh membuat mereka malas membelinya.

Source Image: pexels @shvetsa

Dari segi perusahaan sendiri tidak jauh berbeda. Jatuhnya, sama saja saat mereka menyediakan kantong untuk dibeli dengan harga tinggi. Tetapi, tidak pernah laku dengan menggunakan plastik yang harga jauh lebih murah dan mampu menekan biaya untuk jangka pendeknya.

Kedua kenyataan diatas memang jadi musuh besar bagi seluruh umat manusia dalam mengatasi persoalan Plastik tersebut. Satu sisi mereka ingin menyelamatkan lingkungan. Sisi lain, sudah bagaimana caranya tetapi, usaha tersebut sia-sia karena konsumen yang menentukannya.

Oleh karena itu, harus ada sinergi dan kerja sama baik dari masyarakat, perusahaan, pemerintah, sampai stakeholder terkait untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jika, kebiasaan tersebut bisa diubah maka, bukan tidak mungkin lingkungan bersih akan terwujud.